Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin

By Robby Prihandaya 09 Mei 2024, 09:19:35 WIB Politik
Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin

Keterangan Gambar : Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin


Demokrasi terkelola adalah sistem pemerintahan yang diperkenalkan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1959 hingga 1965. Dalam penerapannya ditemukan banyak kejanggalan dalam politik luar negeri pada periode demokrasi terkelola.

Perbedaan tersebut terlihat dari inkonsistensi kebijakan pemerintah dengan Pancasila dan UUD 1945. Untuk lebih jelasnya simak analisis berikut ini.

Penyimpangan politik luar negeri pada masa demokrasi terkelola

Sistem demokrasi terpimpin yang disebutkan dalam buku Mengenal Demokrasi di Indonesia Lebih Dekat karya Nadrilun (2012) bertujuan untuk memperkuat kedaulatan dan kemandirian Indonesia dalam konteks global yang penuh konflik dan ketegangan.
Namun pada era demokrasi terpimpin, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa penyimpangan politik luar negeri. Berikut beberapa contohnya.

Baca Lainnya :

1. Condong ke arah Blok Timur

Penyimpangan pertama dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia di era demokrasi terpimpin adalah kecenderungan mendekatkan diri ke Blok Timur. Dimana Indonesia telah banyak menjalin kerja sama dengan negara-negara blok tersebut.
Misalnya, Indonesia banyak menjalin kerja sama dengan Uni Soviet, kini Rusia.

2. Penciptaan poros Jakarta-Beijing

Pada tahun 1964, Soekarno mengumumkan pembentukan poros Jakarta-Beijing sebagai bentuk kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok. Tujuan dari poros ini adalah untuk melawan ancaman yang datang dari negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, yang dianggap sebagai musuh bersama.

Namun, pembentukan poros ini juga merupakan penyimpangan dari kebijakan luar negeri karena melanggar prinsip non-blok dan non-intervensi Indonesia. Selain itu, poros ini juga menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidakpercayaan di negara lain.

3. Politik Mercusuar

Lighthouse Policy merupakan kebijakan luar negeri yang ditempuh oleh Soekarno untuk menjadikan Indonesia sebagai mercusuar atau model bagi negara-negara baru yang menentang kapitalisme dan imperialisme.

Dengan kebijakan tersebut, Sukarno berupaya membangun citra Indonesia sebagai negara yang besar dan terhormat di mata dunia internasional.

Oleh karena itu, beberapa proyek pembangunan infrastruktur ambisius telah dilakukan di Jakarta, pusat pemerintahan Indonesia.

Proyek-proyek tersebut antara lain Stadion Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, Monumen Selamat Datang, Monas dan Gedung DPR/MPR.
Kebijakan simbolik ini juga merupakan penyimpangan dari kebijakan luar negeri karena mengabaikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia sendiri.

4. Indonesia keluar dari PBB

Pada tahun 1965, Soekarno mengumumkan keputusan Indonesia keluar dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan ini diambil untuk memprotes pengakuan Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Soekarno memandang Malaysia sebagai negara boneka yang diciptakan Inggris dan Amerika Serikat untuk mengancam kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia.

Ia juga menuding PBB menjadi alat negara-negara Barat untuk melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri Indonesia.

Ini hanyalah beberapa contoh divergensi kebijakan luar negeri di era demokrasi terpimpin. Kekurangan tersebut menunjukkan ketidakkonsistenan Sukarno dalam menerapkan prinsip dasar politik luar negeri Indonesia, yaitu kebebasan bertindak, non-blok, dan non-intervensi. (nama jaringan)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment